Banda Aceh – Sebuah pernyataan kontroversial dari Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Zulfadhli, memicu kegemparan. Menanggapi tuntutan mahasiswa dalam sebuah aksi demonstrasi, Zulfadhli secara spontan mengusulkan agar tuntutan pemisahan Aceh dari Pemerintah Pusat dimasukkan ke dalam daftar tuntutan.
Dalam aksinya di depan Gedung DPRA pada Senin, 1 September 2025, para mahasiswa menyuarakan berbagai isu, mulai dari reformasi Polri dan DPR RI hingga penyelesaian kasus pelanggaran HAM di Aceh dan evaluasi proyek tambang.
Ajakan Kontroversial dan Tanggapan Massa
Saat membaca tuntutan massa, Zulfadhli, yang juga dikenal sebagai Abang Samalanga, tiba-tiba menawarkan tambahan poin. “Atau minta poin satu lagi, pisah aja Aceh dari Pusat (Jakarta). Tulis, biar saya teken,” katanya, memicu sorak-sorai dan suasana tegang. Sebagian massa aksi sempat mengingatkan untuk tidak terpancing emosi dan tetap fokus pada tujuan utama demonstrasi.
Bendera Bintang Bulan dan Isu Kemerdekaan
Sebelumnya, perwakilan massa aksi juga sempat menantang Zulfadhli untuk mengibarkan bendera Bintang Bulan di samping bendera Merah Putih di gedung DPRA. Hanafiah, orator dari Muda Seudang Pidie, menyuarakan kekecewaan atas nasib bendera yang belum diizinkan berkibar meskipun perdamaian sudah terjalin 20 tahun.
Tantangan ini menyoroti kembali isu otonomi dan identitas Aceh yang hingga kini masih menjadi topik sensitif di tengah masyarakat. Pernyataan Zulfadhli pun memperkeruh suasana, menempatkan isu kemerdekaan kembali di ranah publik. Saat wartawan mencoba mengonfirmasi, Zulfadhli justru mempersilakan mereka untuk menuliskan apa adanya.
Pernyataan ini mencerminkan betapa rapuhnya isu damai di Aceh dan perlunya kehati-hatian dari para pejabat publik dalam merespons aspirasi masyarakat. [ajnn.net]