Rumohdata.com | Banda Aceh – Pemerintah Aceh menegaskan komitmennya dalam merebut kembali empat pulau yang saat ini secara administratif tercatat di Provinsi Sumatera Utara, yakni: Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek. Dalam pernyataan publiknya, Gubernur Aceh Muzakir Manaf (Mualem) menyampaikan sikap tanpa kompromi terhadap klaim Aceh atas wilayah tersebut.
Peta Sengketa Wilayah: Apa yang Terjadi?
Empat pulau yang sejak lama dianggap sebagai bagian dari Aceh berdasarkan peta historis, kini secara administratif dipindahkan ke Kabupaten Tapanuli Tengah oleh Kemendagri. Hal ini memicu protes luas, bukan hanya dari Pemerintah Aceh, tapi juga dari masyarakat adat, mahasiswa, akademisi, hingga tokoh nasional.
Pulau-pulau tersebut berada di gugusan terluar Aceh Singkil dan telah muncul dalam dokumen negara sejak masa Hindia Belanda hingga masa reformasi.
Pendekatan Multidimensi: Diplomasi, Bukan Konfrontasi
Gubernur Mualem menyampaikan bahwa Aceh mengambil pendekatan damai:
- Jalur kekeluargaan dan musyawarah
- Proses administratif melalui Kemendagri
- Langkah diplomasi politik tingkat pusat
Dalam pernyataannya, Mualem menegaskan bahwa tidak ada kompromi soal wilayah. Pemerintah Aceh dijadwalkan akan bertemu Mendagri Tito Karnavian pada 18 Juni 2025, sebagai bagian dari upaya mediasi nasional.
Data Historis yang Tidak Terbantahkan
- Peta TNI Tahun 1978 menunjukkan keempat pulau masuk wilayah Aceh.
- Surat kepemilikan dari ahli waris masyarakat Singkil sejak tahun 1965 mendukung klaim atas pulau-pulau itu.
- UU Nomor 24 Tahun 1956 tentang pembentukan Daerah Otonomi Aceh menjadi basis hukum batas wilayah Aceh.
“Pulau-pulau ini bukan sekadar titik di peta, tapi jejak sejarah masyarakat Aceh yang tidak bisa dihapus dengan keputusan administratif sepihak,” Kesimpulan dari wawancara TV swasta dengan Prof. Ahmad Humam Hamid, Guru Besar Ilmu Sosial dari Universitas Syiah Kuala.
Gelombang Dukungan Masyarakat Sipil
- Aktivis mahasiswa dari Unimal menyuarakan desakan agar Presiden Prabowo Subianto turun tangan langsung.
- Tokoh publik mendesak agar SK Mendagri ditinjau ulang atau dibatalkan demi keadilan teritorial.
- Rektor USK menyatakan dukungan melalui riset ilmiah dan pendampingan kajian historis-geografis.
Analisis Rumohdata: Mengapa Ini Penting?
Aspek Data & Fakta Wilayah Keempat pulau berada di jalur strategis perairan barat Aceh Ekonomi Potensi perikanan, wisata bahari, dan zona ekonomi eksklusif (ZEE) Budaya Pulau memiliki nilai adat dan sejarah dalam narasi Aceh Singkil Hukum UU No. 24/1956, MoU Helsinki 2005, dan peta resmi militer menyebut pulau bagian Aceh 🧾 Kesimpulan: Rebutan Bukan Sekadar Tanah, Ini Soal Martabat
Pemerintah Aceh tengah memperjuangkan sesuatu yang lebih dari sekadar tapal batas. Empat pulau itu adalah bagian dari identitas dan martabat Aceh. Dengan pendekatan berbasis data, diplomasi, dan sejarah, perjuangan ini mencerminkan kematangan politik lokal Aceh pasca-devolusi.
Pertemuan 18 Juni mendatang menjadi momen kunci. Jika jalur administratif gagal, masyarakat berharap jalur politik nasional atau Mahkamah Konstitusi menjadi jalan akhir.
“Aceh bukan hanya menjaga tanahnya, tapi juga kehormatan sejarah dan marwah daerahnya,” – Editorial Rumohdata