BANDA ACEH – Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) melaporkan bahwa sepanjang periode 2020–2024, kerugian yang dialami Provinsi Aceh akibat berbagai bencana alam—seperti kebakaran, kebakaran hutan dan lahan (karhutla), banjir, serta gempa bumi—melebihi Rp 1,4 triliun.
Lebih rinci, laporan dari Staf Pusdatin BPBA, Haslinda Juwita, menunjukkan bahwa:
- Tahun 2023 mencatat angka kerugian tertinggi, yaitu sekitar Rp 430 miliar; secara rinci, penyebab utamanya adalah:
- Banjir: Rp 268 miliar
- Kebakaran: Rp 87 miliar
- Karhutla: Rp 35 miliar
- Frekuensi kejadian bencana tertinggi terjadi pada tahun 2020 dengan jumlah 802 peristiwa, yang terdiri atas:
- Kebakaran: 289 kejadian
- Karhutla: 128 kejadian
- Angin puting beliung: 100 kejadian
- Banjir: 155 kejadian
- Data tahun-tahun berikutnya menunjukkan tren penurunan frekuensi bencana:
- 2021: 662 kejadian dengan kerugian Rp 235 miliar
- 2022: 469 kejadian dengan kerugian meningkat menjadi Rp 335 miliar
- 2023: 418 kejadian
- 2024: 273 kejadian, dengan kerugian tetap signifikan mencapai Rp 123 miliar, didominasi oleh:
- Kebakaran: 86 kasus
- Karhutla: 68 kasus
- Banjir: 18 kasus
Ringkasan kronologis dan temuan tersebut mengindikasikan bahwa meskipun frekuensi kejadian bencana menurun dari tahun ke tahun, dampak ekonomi dari kejadian-kejadian tersebut tetap substansial, menunjukkan adanya lonjakan kerugian pada beberapa tahun tertentu seperti pada 2022 dan 2023.