Jakarta – Pemerintah Indonesia berencana menghentikan insentif bea masuk untuk impor kendaraan listrik utuh (Completely Built Up/CBU) setelah akhir tahun 2025. Langkah ini diambil menyusul lonjakan drastis volume impor kendaraan listrik, yang dianggap tidak sejalan dengan tujuan utama pemerintah untuk mendorong investasi dan produksi dalam negeri.
Menurut data yang ada, penjualan kendaraan listrik di Indonesia diproyeksikan mencapai 100.000 unit tahun ini. Namun, dari jumlah tersebut, diperkirakan 65.000 unit merupakan produk impor CBU, sementara produksi lokal baru mencapai 35.000 unit. Angka ini menunjukkan kesenjangan yang signifikan, di mana pasar didominasi oleh produk impor berkat insentif yang diberikan.
Insentif Dirancang untuk Produksi Lokal, Bukan Impor
Awalnya, insentif berupa peniadaan bea masuk dan Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah (PPnBM) diberikan dengan syarat ketat. Insentif ini hanya ditujukan kepada perusahaan yang berkomitmen untuk membangun pabrik kendaraan listrik di Indonesia dengan kapasitas produksi setara dengan volume impor yang mereka ajukan.
Namun, implementasi kebijakan ini, yang diatur dalam Peraturan Presiden No. 79 Tahun 2023, justru membanjiri pasar dengan berbagai merek dan model kendaraan listrik impor. Hingga saat ini, ada 32 model kendaraan listrik yang cocok dengan karakter konsumen lokal, namun 15 di antaranya adalah produk impor CBU.
Pemerintah menegaskan bahwa insentif tersebut memang tidak akan diperpanjang tahun depan. Hal ini dilakukan untuk mendorong transisi dari ketergantungan impor menuju penguatan industri manufaktur kendaraan listrik di dalam negeri. Diharapkan, setelah insentif berakhir, seluruh penjualan kendaraan listrik akan beralih ke produk yang dibuat secara lokal.