Banda Aceh – Alokasi dana hibah untuk partai politik (parpol) di Aceh menuai sorotan tajam. Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, Askhalani, menilai bahwa dana yang besar itu hanya menguntungkan elite parpol dan tidak memberikan dampak signifikan bagi masyarakat. Ia mendesak agar kebijakan ini dikaji ulang, terutama di tengah kondisi ekonomi daerah yang masih membutuhkan banyak anggaran untuk pembangunan.
Angka Hibah Fantastis di Tengah Kebutuhan Rakyat
Melalui Surat Gubernur Aceh bernomor 200.2/1020/2025, sebanyak 13 partai politik yang memiliki kursi di DPRA ditetapkan sebagai penerima hibah dengan total nilai mencapai Rp 29,3 miliar. Angka ini dinilai tidak rasional dan tidak peka terhadap kondisi riil di Aceh.
“Kalau ada partai politik yang berani menolak hibah, itu baru hebat. Celakanya, hari ini semua partai politik justru sepakat menerima,” tegas Askhalani. Ia juga meragukan efektivitas penggunaan dana hibah untuk pendidikan politik, yang selama ini menjadi alasan utama pengalokasian dana tersebut.
Peningkatan Drastis dan Risiko Penyalahgunaan
Kenaikan dana hibah parpol ini sangat drastis, bahkan dikabarkan naik hingga 452,37% dari tahun sebelumnya. Kenaikan ini juga memicu kekhawatiran terkait potensi penyalahgunaan anggaran. Para aktivis dan praktisi hukum mendesak agar ada pengawasan ketat dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Aceh untuk memastikan dana tersebut digunakan secara transparan dan akuntabel.
Di sisi lain, masyarakat juga diimbau untuk ikut serta mengawasi penggunaan dana publik ini. Tanpa kontrol yang memadai, dikhawatirkan dana yang seharusnya digunakan untuk memperkuat demokrasi justru disalahgunakan untuk kepentingan sesaat para elite politik, alih-alih untuk kesejahteraan rakyat Aceh secara luas.