Banda Aceh – Ekonom dan analis keuangan, Ismail Rasyid, meminta manajemen baru Bank Aceh Syariah untuk menghentikan praktik pembelian Surat Berharga Negara (SBN). Menurutnya, kebijakan ini tidak produktif dan menghambat perputaran uang di sektor riil, yang seharusnya menjadi fokus utama bank pembangunan daerah.
Mengapa Beli SBN Dianggap Merugikan?
Ismail Rasyid menjelaskan, dana besar yang digunakan Bank Aceh untuk membeli SBN pada dasarnya adalah uang rakyat Aceh yang kemudian disimpan di bank. Namun, alih-alih disalurkan kembali dalam bentuk pembiayaan produktif di daerah, dana tersebut justru disetorkan ke pemerintah pusat. “Bank Aceh seperti titipan, uangnya lari ke pusat,” kata Ismail.
Dalam beberapa tahun terakhir, pembelian SBN oleh Bank Aceh bahkan pernah mencapai nominal yang sangat besar, hingga Rp 3 triliun. Angka ini menunjukkan bahwa likuiditas bank tidak sepenuhnya dimanfaatkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lokal.
Fokus pada Sektor Produktif dan UMKM
Ismail Rasyid berharap, di bawah kepemimpinan baru Zulkifli, Bank Aceh dapat kembali ke khitahnya sebagai bank pembangunan daerah. Ia menyarankan agar dana yang ada dialihkan sepenuhnya untuk pembiayaan sektor-sektor produktif, seperti Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), pertanian, dan industri kecil di Aceh.
“Tentu ini bukan keuntungan yang kita cari, tapi bagaimana uang itu berputar untuk perekonomian rakyat,” tegasnya. Dengan mengarahkan dana ke sektor-sektor ini, Bank Aceh diharapkan dapat berperan lebih nyata dalam membuka lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan mengurangi kesenjangan ekonomi di Aceh. [ajnn.net]